Negara Brunei Darussalam - Setelah
posting sebelumnya mengenai perjalanan
saya ke salah satu pulau kecil di barat daya kota Jepara, maka kali ini saya
ingin menuliskan satu perjalanan “budaya” saya ke negeri kaya minyak, Brunei
Darussalam. Sebetulnya, saya tidak merencanakan untuk berkunjung ke negara ini.
Karena negara ini bukan merupakan salah satu tujuan wisata yang diminati di
Asia Tenggara. Dan memang, susah sekali untuk mencari referensi dari para traveler mengenai wisata di negara ini.
Namun demikian, ini tidak menjadi penghalang bagi saya untuk mengunjungi negara
ini.
![]() |
Brunei Darussalam |
Sumber : www.catatan-efi.com
Brunei Darussalam merupakan negara kecil yang menempel di pulau Kalimantan. Saya berangkat kesini dengan terlebih dahulu singgah melalui flight ke Kota Kinabalu. Tentunya dengan budget yang cukup terbatas, saya naik penerbangan maskapai yang punya moto “everyone can flight”. Dari Kota Kinabalu (KK), saya naik kapal feri dari Labuan Port Marina menuju Brunei. Perjalanan kapal feri ini memakan waktu sekitar 1 jam. Sesampai di Muara, kita langsung oper naik bus kota yang sederhana. Tiketnya seharga 1 BND (mata uang yang digunakan di Brunei senilai dengan kurs dollar Singapura). Tujuan penginapan kita hanya satu, ke Asrama Belia. Itu satu-satunya penginapan yang harganya terjangkau, yakni 10BND. Namun, karena saya kesulitan menemukan tempatnya, akhirnya saya mengikuti bus ini sampai ke terminal di pusat kotanya. Dan setelah itu, saya pun kebingungan mencari penginapan. Di Brunei, tarif penginapan cukup mahal, dan pilihannya terbatas. Selain asrama belia itu, hanya ada 1 penginapan yang rate harga kamarnya di bawah 1 juta. Penginapan itu letaknya berdekatan dengan terminal bus tersebut, di sebuah ruko. Sebetulnya tidak representative untuk dijadikan penginapan, tapi akan sangat over budget kalau saya memilih stay di hotel.
Brunei Darussalam merupakan negara kecil yang menempel di pulau Kalimantan. Saya berangkat kesini dengan terlebih dahulu singgah melalui flight ke Kota Kinabalu. Tentunya dengan budget yang cukup terbatas, saya naik penerbangan maskapai yang punya moto “everyone can flight”. Dari Kota Kinabalu (KK), saya naik kapal feri dari Labuan Port Marina menuju Brunei. Perjalanan kapal feri ini memakan waktu sekitar 1 jam. Sesampai di Muara, kita langsung oper naik bus kota yang sederhana. Tiketnya seharga 1 BND (mata uang yang digunakan di Brunei senilai dengan kurs dollar Singapura). Tujuan penginapan kita hanya satu, ke Asrama Belia. Itu satu-satunya penginapan yang harganya terjangkau, yakni 10BND. Namun, karena saya kesulitan menemukan tempatnya, akhirnya saya mengikuti bus ini sampai ke terminal di pusat kotanya. Dan setelah itu, saya pun kebingungan mencari penginapan. Di Brunei, tarif penginapan cukup mahal, dan pilihannya terbatas. Selain asrama belia itu, hanya ada 1 penginapan yang rate harga kamarnya di bawah 1 juta. Penginapan itu letaknya berdekatan dengan terminal bus tersebut, di sebuah ruko. Sebetulnya tidak representative untuk dijadikan penginapan, tapi akan sangat over budget kalau saya memilih stay di hotel.
Selama
perjalanan naik bis menuju terminal, saya merasa familiar dengan logat dan
bahasa yang digunakan oleh penumpang bus. Ya, karena sebagian besar
penumpangnya adalah TKI yang berasal dari Indonesia. Dan memang, karena kayanya
negara ini, maka mungkin yang kita jumpai di angkutan umum adalah para warga
negara kelas dua yang mencari nafkah di negara Brunei Darussalam. Dan jangan kaget, jika ke
negara ini, taksi adalah kendaraan langka yang bisa dijumpai. Selama saya
berada di sini 2 hari 1 malam, saya hanya sempat melihat 2 buah taksi. Konon,
info yang saya dapat disini jumlah taksi tidak sampai angka 100. Transportasi
umum yang lazim digunakan adalah bus, dan busnya memang tidak terlalu bagus dan
modern, tapi cukup terawat.
Satu hal
yang masih saya ingat adalah suasana malam yang sepi di kota ini. Berbeda
dengan Jakarta yang hiruk pikuk dan padat, disini suasana sangat sepi setelah
magrib usai. Jalanan sepi, bahkan kalau mau berbaring di jalanan selepas
magrib, bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Di negara yang menganut
syariat Islam ini menerapkan jam kerja yang cukup pendek, dari jam 9 pagi
sampai jam 4 sore. Jam 5 sore terlihat sedikit kepadatan arus lalu lintas,
namun akan menjadi lengang ketika menjelang magrib. Suasana damai begitu terasa,
bahkan saat pertama kali memasuki kota Brunei Darussalam.
Tempat
wisata kota ini memang tidak begitu banyak. Waktu itu saya hanya pergi ke
Brunei Museum, Kampung Anyer, Pasar Kiangeh, Mall of Brunei (satu-satunya mall
di kota ini), dan melihat istana Kerajaan Brunei. Makanan cukup mahal, harganya
sama seperti di Singapura. Kalau mau makan murah, bisa ke Pasar Kiangeh, ya
tentu saja Anda akan bertemu dengan banyak TKI disini. Harga semangkok soto
plus teh hangat sekitar 5 BND (1 BND = 7500). Rasanya tentunya tidak sesuai
ekspektasi kita ya, karena ini betul-betul pasar yang letaknya di pinggir
sungai. Dan pasar ini hanya ada di pagi hari, jadi silahkan untuk dipikirkan
alternatif makanan yang lain.
Dan yang
paling berkesan dari perjalanan ini adalah saat perjalanan pulang dari Brunei Darussalam
ke KK. Saya memilih alternatif berkendara dengan bus meskipun waktu tempuhnya
lebih lama daripada naik kapal feri. Perjalanan bus ini dengan keluar masuk
perbatasan Brunei dan Malaysia, hingga passport
saya berhak mendapatkan 13 kali cap imigrasi.
0 comments:
Post a Comment